Saat tulisan ini diturunkan di laman ini, media massa sudah sepi dengan pembahasan skandal Bank Century. Sebagai awam biasa yang dulunya berharap akan munculnya para jurnalis investigasi yang mampu membongkar skandal itu, seperti yang dilakukan dua wartawan The Washington Post dalam film itu, ternyata kecewa. Skandal Century pun berujung pada kegamangan alias tak jelas.
Media lebih senang dengan pemberitaan dramatis dengan alur cerita bak sinetron. Media nasional yang selama ini terkenal sebagai jagoan dalam liputan investigasi, nyatanya juga bergigi ompong. Bahkan, penulisan beritanya menampakkan media ini tidak lagi kritis pada kekuasaan tetapi terkesan dekat dan membela kekuasaan.
Baiklah kembali ke cerita All The President’s Men. Film ini menceritakan kisah nyata tentang dua orang wartawan The Washington Post, Bob Woodward dan Carl Bernstein, yang melakukan investigasi pada kasus Watergate yang melibatkan orang nomor satu di negara adikuasa itu, Presiden Richard Nixon. Kerja superkeras dari dua kolega itu berujung pada pengunduran diri Nixon dari kursi kepresidenan.
Lika-liku reportase spesial itu menginspirasi Alan J Pakula untuk menuangkannya dalam film. Bob Woodward diperankan oleh Robert Redford dan Carl Bernstein diperankan oleh Dustin Hoffman. Penggarapannya yang cantik dan detail seperti kejadian sebenarnya, membuat film ini menyabet penghargaan Oscar pada tahun 1976. Film ini memvisualiasi laporan Bob Woodward dan Carl Bernstein yang mereka tulis dalam buku berjudul sama, All The President’s Men (1974).
Yang menjadi pertanyaan publik selama puluhan tahun, yakni siapakah orang yang disebut sebagai Deep Throat, sumber utama investigasi mereka. Selama tiga puluh tahun itu, Bob Woodward dan Carl Bernstein tidak pernah membocorkan identitas narasumbernya sesuai kode etik jurnalisme. Baru pada 31 Mei 2005, identitas Deep Throat terkuak.
Deep Throat akhirnya memberi pengakuan di majalah Vanity Fair. Dia tak lain adalah W Mark Felt, mantan petinggi nomor dua FBI (Biro Penyelidik Federal) AS. Saat memberi pengakuan, usia Mark Felt sudah 91 tahun.
Selang beberapa saat setelah pengakuan Felt di majalah Vanity Fair, dua wartawan The Washington Post Bob Woodward dan Carl Bernstein mengamini pengakuan yang membuka tabir misteri selama 30 tahun itu. Pengakuan ini pun mengakhiri spekulasi ahli sejarah dan politisi selama tiga dasawarsa mengenai sumber utama dua wartawan desk kota harian itu. Istilah Deep Throat diberikan oleh seorang editor senior Howard Simons dengan meminjam istilah dari judul film porno saat itu.
Felt bergabung dengan FBI pada tahun 1942. Ia bekerja bertahun-tahun di bawah agen J. Edgar Hoover. Saat kasus Nixon mencuat, ia menjadi orang nomor dua di bawah L. Patrick Gray. Sosok misterius ini pun menjadi bahan spekulasi para pengamat politik AS. Ada yang mengira sosok Deep Throat adalah Direktur FBI kala itu L. Patrick Gray. Ada lagi yang menerka Alexander Haig sebagai penasihat Nixon. Ada juga sekretaris negara Henry Kissinger atau mantan duta besar PBB dan bahkan ada yang menuding pada George Bush senior.
Pengakuan Mark Felt mendongkrak kembali popularitas film itu. Pasalnya, All The President’s Men juga menceritakan kisah bagaimana dua wartawan itu bertemu dengan Deep Throat secara sembunyi-sembunyi. Entah di stasiun kereta api bawah tanah di Washington DC maupun di tempat parkir. Contoh adegan terbaik ketika Bob Woodward mengadakan pertemuan rahasia pada tengah malam di parkiran dengan Deep Throat yang diatur dengan simbol pot bunga yang ditaruh di balkon. Hanya ada empat orang yang mengetahui sosok Deep Throat, yakni Bob Woodward, Bernstein, Ben Bradlee mantan redaktur pelaksana The Washington Post, dan tentu Mark Felt sendiri.
Selama 30 tahun, Deep Throat menjadi bahan spekulasi. Dalam berbagai kesempatan, dua wartawan senior itu sering diserang pertanyaan seputar keberadaan sang narasumber gelap itu. Tapi, etika jurnalistik untuk menyembunyikan identitas tetap mereka pegang.
Woodward dalam sebuah jumpa pers pernah mengatakan dirinya tidak akan mengungkapkan identitas itu selama orang itu masih hidup atau sampai dia membebaskannya dari perjanjian kerahasiaan itu.
Pada diskusi peringatan 25 tahun peristiwa Watergate, Woodward memberikan beberapa kata kunci bahwa Deep Throat adalah satu orang dan bukan jaringan. Dia, kata Woodward, adalah perokok dan suka minum Scotch. Tapi, ini masih menimbulkan spekulasi sampai akhirnya lima tahun selanjutnya Deep Throat muncul di publik dan mengaku sebagai Mark Felt.
Menelusuri film bergenre drama dan berdurasi 139 menit ini serasa dibawa pada sebuah petualangan ivestigatif yang menyenangkan. Berawal dari setting Gedung Komite Parta Demokrat, di mana lima orang tertangkap basah ketika mencoba membolak-balik arsip milik partai oposisi Nixon pada 17 Juni 1972. Deep Throat inilah yang membeberkan skandal pencurian informasi peta kekuatan Partai Demokrat oleh beberapa orang dari Partai Republik, partai Presiden Nixon.
Dari tempat sembunyi inilah, reportase investigasi dimulai. Woodward dan Bernstein mulai mencatat detail demi detail hal dan peristiwa seputar peristiwa Watergate ini. Kebenaran yang sengaja ditutup-tutupi Nixon menjadi semangat kedua jurnalis muda saat itu untuk mengungkap. Tidak mudah lantaran banyak kendala. Tapi, unik dan inspiratif. Tidak mudah membuat narasumber untuk buka mulut dan mengakui keterlibatan dengan mega skandal itu. Tidak gampang ketika kedua jurnalis itu mengobok-obok dokumen, catatan, nomor telepon, kartu perpustakaan hanya untuk mendapatkan data-data akurat. Tidak aman karena mereka mengalami berbagai ancaman yang tak hanya membahayakan karirnya, tapi juga nyawanya. Tulisan-tulisannya mengantar mereka mendapatkan hadiah Pulitzer, hadiah paling bergensi di dunia jurnalistik.
Munculnya Mark Felt sebagai jawaban tabir Deep Throat membuat lagi Film ini laris manis. Saat itu, All The President’s Men mampu menempati peringkat 27 pada tangga penjualan di halaman situs Amazon.com. Bukunya juga menduduki peringkat 44 halaman Barnes&Noble dari ratusan buku terlaris.
Pertanyaan bagi kita semua: di manakah wartawan-wartawan investigasi Negeri Ini di hadapan kasus Bank Century?
*Tulisan ini diunggah kembali dari blog lawas dengan penanggalan yang disesuaikan kembali