Sigit Kurniawan Jurnalis penyuka soto, filsafat, dan marketing. Menulis buku Perempuan yang Pergi Pagi-Pagi (2018).

Halloween dan Kisah Receh Hantu-Hantu

2 min read

“Halo, Mas Pras. Apa kabar?”
“Halo, Mas Sigit.”
“Pernah melihat hantu, Mas?”
“Aku belum pernah. Aku orangnya penakut.”
“Ya, sudah. Punya kenalan yang bisa saya tanyai tentang hantu-hantu?”

Mas Pras lalu menyodorkan sebuah nama, seorang ibu-ibu, lengkap dengan nomor teleponnya. Katanya, ibu ini dan juga anak-anak beserta pembantunya, sering melihat hantu-hantu di rumahnya. Saya langsung whatsapp ibu itu dan bertanya soal hantu-hantu. Sampai tulisan ini saya posting di sini, pesan saya belum dibalas oleh ibu itu. Mungkin saya dianggap kurang kerjaan.

Pertanyaan yang sama saya lempar di beberapa grup whatsapp. Seorang dari salah satu grup itu, Helena, terpancing menanggapi.

“Keponakanku sewaktu kecil melihat hantu kucing, malah,” kata Helena “Pas aku mainan sama anak kucing di kardus, Si Abby nunjuk-nunjuk pintu dapur. Bude, kata Abby, itu mamanya datang. Padahal tidak ada siapa-siapa. Kaburlah gw.”

Membaca jawaban ini, saya membatin ternyata dunia hantu-hantu mirip dengan dunia kita-kita, ada flora dan faunanya.

Sepanjang hidup, saya belum pernah melihat hantu atau bercakap-cakap dari muka ke muka, dan saya tak akan pernah berharap itu terjadi.

Full moon in the night sky

Namun saya pernah mendengar suara hantu-hantu itu, lebih tepatnya yang dianggap sebagai hantu-hantu. Saat masih usia awal sekolah dasar, saban malam menjelang tidur, saya dan orang seisi rumah sering mendengar bunyi air yang dicipratkan ke tanah. Seperti ada sesosok mahkluk misterius mengelilingi rumah sambil menyiram air. Suaranya pelan, lalu menguat, kembali pelan, kemudian menguat lagi. Suasana di rumah belum berlistrik itu menegangkan awalnya, namun lanjut biasa. “Itu hantu keblak,” kata kakak perempuan saya.

Beberapa tahun kemudian, setelah rumah diberkati dengan air suci oleh seorang pastor, suara-suara misterius yang mengelilingi rumah tiap malam itu menghilang. Pastor memang sakti. Jangankan hantu-hantu, terkait kasus kekerasan pelecehan seksual saja, mereka sakti mandraguna alias gak ada yang berani menyentuhnya.

Halloween pumpkin lanterns – perfect decoration for Halloween

Di rumah Jakarta, saya mendengar juga suara hantu. Saban tengah malam misalnya, sering terdengar suara kompor gas dinyalakan. Padahal di dapur sedang tidak ada siapa-siapa. Namun, suara itu sudah tak terdengar lagi entah kenapa. Mungkin gasnya habis.

Satu lagi, masih di rumah Jakarta. Saban malam, dari balik tembok tetangga, sering terdengar suara tembok dipukul-pukul seperti ada seseorang yang sedang memasang paku dengan martil. Kejadian ini berulang dengan letak sumber suara yang berbeda. Sampai akhirnya, di suatu pagi, tetangga nanya: kok malam-malam sering maku tembok, sedang ada gawe ya? Istri saya langsung menyahut: lha, saya pikir orang rumahmu yang sedang maku tembok. Keduanya langsung melongo. Mungkin dia hantu buruh bangunan yang sedang mengekspresikan kekesalannya pada omnibus law.

Kisah teman-teman kantor tak kalah seru. Salah satunya Bambang, nama saya samarkan karena belum izin kisahnya saya angkat dalam cerita ini. Dia orang Sleman dan alumnus UGM jurusan Hubungan Internasional dengan skripsi tentang Rusia. Dia jadi teman debat saya yang ampuh.

Suatu malam, dia lembur sendirian di ruang redaksi. Teman-temannya sudah pulang. Kira-kira pukul satu malam, lagi asyik-asyiknya menulis, tiba-tiba ada suara sopran menyapa persis di samping telinganya, “Eh, sendirian.” Dengan sigap, spontan ia misuh keras, “Asuuu, bajingan, minggat!!” Saking kerasnya, hantu itu tampaknya benar-benar minggat sambil blangkeman. Mungkin syok dan merasa salah sasaran. Namun, Bambang lalu buru-buru menutup leptop, menyambar tas, dan mundur teratur: pulang.

Agustinus punya cerita lain. Ia mengaku melihat hantu sejak kecil. Saat kecil, ia hanya melihat sekelebatan. Sejak akil balik ke atas, ia suka melihat hantu dengan wujud jelas. “Di perpus kantor, di lorong samping bekas ruangan radio, aku sering melihat anak kecil lari-lari. Di ruangan lain juga ada, dia tinggal di pojok dekat kulkas,” katanya, “Di toilet VIP ada sosok yang nangkring di wastafel. Sementara di studio editing suka ada dua cewek wira-wiri menuju ruang redaksi.”

Ia mengaku pernah bertemu genderuwo, sosok hantu raksasa bertubuh gosong yang konon doyan menakut-nakuti, menculik, hingga meniduri istri orang. Almarhum eyang kakung saya juga pernah cerita ia pernah berantem sengit dengan raksasa ini. Sayangnya ia kalah. Ia dibanting dan dilempar hingga beberapa meter di punggung bukit sebelah kanan rumah jogja.

Agustinus juga pernah berantem dengan hantu saat dinas di Semarang. Kala itu, ia menempati sebuah rumah yang menjadi kantor dan sudah kosong tiga bulan. Ia mengubah letak perabot rumah itu untuk menolak bosan. “Tampaknya dia enggak suka benda-benda itu aku pindah. Kakiku ia pegangin kuat sampai aku tak bisa gerak. Aku lempari dia dengan rosario dan kemudian kabur dari rumah itu,” katanya.

Pada periode tahun 1992 sampai 1996, saat saya tinggal di asrama seminari Mertoyudan, ada kisah soal suster kesot. Suster kesot ternyata sudah jadi komoditas massal dengan kisah-kisah yang berbeda, sampai difilmkan segala.

Suster kesot versi asrama ini sedikit lain. Dia dikisahkan sebagai hantu suster biarawati yang jalannya ngesot dengan wajah rata alias tidak memiliki mata, hidung, maupun mulut. Empat tahun tinggal di sana, saya belum pernah melihat sosoknya. Hingga hari ini pun, sosoknya cuma hadir dalam cerita-cerita turun temurun dan belum ada berita tentang seorang siswa seminari berjumpa dengan suster itu lalu pingsan dan baru siuman sepuluh hari kemudian.

Sudahlah. Ngerasani hantu-hantu enggak bakal ada habisnya. Yang jelas, kisah hantu-hantu yang saya temukan tidak menyebut kalau ada hantu-hantu itu doyan memukili orang, menculik anak-anak dan tak pernah mengembalikan lagi ke orangtuanya, memenjarakan orang karena orang itu protes suara toanya terlalu keras, mengumbar hoaks dan ujaran kebencian, menembaki petani dan buruh, suka memutarbalikkan fakta, hingga memenggal kepala manusia.

Yang paling menggembirakan, tak ada satupun dari hantu-hantu itu yang kepincut jadi buzzer istana.

Hepi halloween!

Sigit Kurniawan Jurnalis penyuka soto, filsafat, dan marketing. Menulis buku Perempuan yang Pergi Pagi-Pagi (2018).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *