Sigit Kurniawan Jurnalis penyuka soto, filsafat, dan marketing. Menulis buku Perempuan yang Pergi Pagi-Pagi (2018).

Kopi Randu: Dari Pecel Hingga Brongkos

1 min read

Tempat nongkrong baru di Jogja menjamur di sana-sini, tak hanya di pusat kota, tetapi juga di area persawahan hingga bukit-bukit yang dulunya rimbun dengan rumput liar. Ini yang saya lihat setelah lebih dari dua tahun tidak pulang kampung karena pandemi.

Saya duga tren ini diakibatkan oleh pandemi berkepanjangan yang membuat orang bosan terus-menerus ‘dikerangkeng’ secara sosial dan ingin cari angin segar. Kerinduan orang akan kebebasan kembali ke alam ini kemudian ditangkap sebagai peluang baru bisnis piknik. Apa pun bisa disulap menjadi spot-spot baru untuk nongkrong dan kuliner.

Pulang kampung karena ada tugas kantor saya manfaatkan untuk blusukan di warung-warung makanan ndeso. Sembari menenteng laptop, lengkap dengan modem, dan earphone. Antisipasi sewaktu-waktu ada miting mendadak. Pokoknya welkam saja di era work from anywhere sekarang ini.

Salah satu spot baru itu adalah Kopi Randu. Warung ini berada di bukit Bibis, tepatnya di Jalan Daniswara No. 10, Bangunjiwo, Pajangan, Bantul. Saya tahu Kopi Randu dari kakak saya. Ia mengajak makan siang di sini pada 31 Maret lalu karena mau pamer tempat anyar ini.

Kopi Randu memiliki pelataran luas dengan pendopo berada di depan menyambut pengunjung. Selain di pendopo, pengunjung bisa duduk lesehan dengan tikar atau di kursi-kursi yang disediakan di pelataran. Karena di atas bukit, pengunjung bisa nongkrong sambil menikmati pemandangan kota Jogja di sisi utara. Kalau langit sedang bersih, katanya Merapi bisa nampak jelas.

Yang paling saya sukai dari tempat ini adalah menu makanannya. Dari pecel sayur, bakmi jawa, tumis daun pepaya, lodeh, gorengan, mangut lele, brongkos, telur dadar, dan masih banyak lagi. Semua ditempatkan di wadah dan disajikan secara prasmanan. Menu lain, seperti soto, ayam geprek, nasi goreng, kwetiaw goreng juga bisa dipesan.

Siang itu, saya memilih brongkos, sayur daun pepaya, ditambah tempe goreng dengan lalapan cabe. Ditambah segelas kopi vietnam drip, kopi yang direkomendasikan kakak saya. Saya memang tak makan banyak saat itu karena sebelumnya sudah jajan bakso.

Kopi Randu buka setiap hari, pukul 07.00-21.00 pada hari kerja dan 06.00-21.00 setiap wiken. Buka pagi karena menawarkan sarapan, khususnya bagi para goweser. Kheisa, keponakan saya pun suka ngacir sendiri ke sini untuk sarapan atau makan siang.

Rasanya saya bertandang ke Bibis ini terakhir kali saat masih duduk di bangku SMP — sekitar 30 tahun lalu. Haha, kelihatan wis tuwek. Bibis saat itu dikenal dengan wisata Goa Selarongnya, tempat bersejarah di mana Pangeran Diponegoro bersembunyi dan memimpin gerilya melawan tentara Belanda pada tahun 1825.

Saya bayangkan, bila Diponegoro masih hidup sampai sekarang, mungkin ia akan nongkrong bersama pasukannya di tempat ini. Udad-udud, ngopi hitam, nyamil gorengan, sembari mencari cara agar Jogja bebas klitih dan memikirkan cara membebaskan negeri ini dari orang-orang serakah yang ingin melawan konstitusi dengan wacana tiga periode.

Kita seruput kopinya.

Sigit Kurniawan Jurnalis penyuka soto, filsafat, dan marketing. Menulis buku Perempuan yang Pergi Pagi-Pagi (2018).

Dapur Mangut Lele Mbah Marto Kemebul

Salah satu makanan yang tak pernah absen dalam daftar perburuan di Jogja adalah mangut lele Mbah Marto. Selasa lalu, 29 Maret 2022, setelah lebih...
Sigit Kurniawan
46 sec read

Sate Kambing Sor Talok

Tak ada yang bisa meremehkan Bantul kalau berurusan dengan kuliner. Tak perlu endorsement dari Anthony Bourdain, Phil Rosenthal, atau artis-artis K-Pop untuk urusan lidah...
Sigit Kurniawan
59 sec read

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *