Sigit Kurniawan Jurnalis penyuka soto, filsafat, dan marketing. Menulis buku Perempuan yang Pergi Pagi-Pagi (2018).

Satir dan Mendalam

1 min read

Yang pertama memikat saya dari kumpulan esai Eka Kurniawan berjudul Tragedimu Komediku (tanda baca, 2023) adalah judul di sampul. Lugas dan satir. Memang begitulah kehidupan sosial kita sekarang ini. Secara diam-diam kita sering suka menikmati tragedi tetangga atau teman kita sebagai komedi.

Saya suka membaca esai-esai Eka seperti halnya esai-esai Seno Gumira Adjidarma.Tentu saja, juga karya-karya sastra mereka. Esai-esai mereka selalu berangkat dari perkara-perkara hangat, keseharian, dan kadang receh.

Mereka bisa menuntun pembaca menyelam di balik fenomena. Sesekali serius, sesekali receh, namun mendalam dan kadang jenaka.

Tragedimu Komediku merupakan buku kedua dari kumpulan tulisan Eka, di luar karya sastra, yang saya baca setelah Senyap yang Lebih Nyaring. Buku pertama merupakan tulisan-tulisan Eka yang pernah tayang di blognya pada periode tahun 20212-2014 dan diterbitkan tahun 2019.

Sebagian esai dalam buku ini merupakan tulisan Eka yang diterbitkan  di Jawa Pos. Total ada 70 esai. Temanya beragam. Dari Toni Morrison, generasi kucing, Max Havelaar, obituari Budi Darma, hingga tahu bulat. 

Tulisan tentang tahu bulat, misalnya merupakan satir untuk para penguasa dan pejabat yang suka ingkar janji. Bagi Eka, kualitas utama dari tahu bulat adalah janjinya. Janji yang diteriakannya atau dinyanyikannya sederhana, tapi tak mulut-mulut, tapi ia menepati janjinya. 

Yang ditiru dari pejabat dari tahu bulat cuma satu: menggoreng dadakan, entah aturan atau kebijakan demi kepentingan segelintir orang.

Tulisan berjudul Ada Rumput Tetangga yang Lebih Kering Meranggas juga menarik. Eka seakan mau menyentil kita-kita yang suka membanding-bandingkan diri kita dengan mereka yang berkelebihan. Rumput tetangga selalu lebih hijau, demikian ungkapan umumnya.

Tak selamanya, kata Eka, kita membandingkan satu hal dengan hal lain untuk berkompetisi. Tak selamanya melihat mereka-mereka yang menjadi juara untuk mematok standar baru kesuksesan. Sesekali perlu menoleh ke sisi lain, ke mereka yang tertatih-tatih, terjatuh, atau bahkan tak bisa berlari. 

Dunia semestinya tak melulu soal menjadi lebih baik setiap hari, tapi juga memastikan tak ada yang ditinggalkan. Demikian kata Eka. 

Pisau Refleksi

Saya kagum pada kepiawaian Eka dalam membubuhi refleksi atas fenomena sosial. Soal ini, saya juga tidak heran, karena saya tahu sosok Eka adalah seorang penulis produktif, berlatar belakang pendidikan filsafat, rakus membaca buku-buku khususnya sastra, menonton film, dan sebagainya.

Filsafat dan pustakanya yang seabrek itu yang membuat tulisan-tulisan Eka selalu menukik dalam meski yang dibahas hal-hal remeh sekaligus receh. Dari esainya, kita selalu bisa membungkus satu dua refleksi yang berguna. 

Di buku ini, misalnya, Eka hampir selalu menyisipkan kutipan, pemikiran, atau narasi dari karya-karya tulis yang pernah ia baca atau film yang ia tonton. Hal sama nampak di bukunya Senyap yang Lebih Nyaring. Sebut saja, cerpen The Queen of Spades karya Alexander Pushkin, Lapar karya Knut Hamsum, The Discomfort of Evening karya Marieke L. Rijneveld, Olenka dan Orang-orang Bloomington karya Budi Darma, I am a Cat karya Natsume Suseki, dan masih banyak lagi. 

Sosok Eka Kurniawan soal tulisan menulis merupakan paket komplit. Tak perlu diragukan lagi. ia menulis banyak novel dan kumpulan cerpen, dari Cantik Itu Luka, Lelaki Harimau, Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas, Corat-Coret di Toilet, dan sebagainya yang gampang Anda temukan di Google.

Terus terang, saya merasa ada yang sedikit beda (sedikit saja) saat baca buku ini dengan kumpulan tulisannya di blog. Di buku Senyap yang Lebih Nyaring, gaya penulisan Eka terasa lebih bebas dan personal. Ya, maklum saja karena itu di blog, sementara buku kedua merupakan tulisan di Jawa Pos yang punya pakem tersendiri. Yang pertama juga lebih kaya sumber bacaannya dan kebanyakan membahas kesusasteraan.

Kumpulan esai ini enak dibaca dan mudah dicerna. Karena setiap esai mengangkat tema-tema terpisah saya bisa memilih judul-judul yang mau saya baca, tak harus urut seperti saat membaca novel. Ditambah setiap bab cuma pendek, rata-rata tiga halaman buku saja.

Data Buku

Judul : Tragedimu Komediku
Penulis : Eka Kurniawan
Penerbit : Tanda Baca, 2023
Tebal : xii + 276 hlm. 

Sigit Kurniawan Jurnalis penyuka soto, filsafat, dan marketing. Menulis buku Perempuan yang Pergi Pagi-Pagi (2018).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *